JAKARTA (Arrahmah.id) – Koordinator Jaringan Advokasi Tambang, Melky Nahar menilai pernyataan pemerintah yang melegalkan proyek tambang di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya adalah narasi yang menyesatkan.
“Kesimpulan yang menyatakan bahwa ini sudah sesuai regulasi, sebagaimana yang selalu dinarasikan oleh pemerintah, itu juga menyesatkan,” imbuh Melky, Senin (9/6/2025).
Melky mengatakan, dalam sejarahnya regulasi pertambangan di Indonesia tidak dibuat untuk memitigasi kerusakan lingkungan. Termasuk untuk memberikan perlindungan hukum bagi warga yang tempat tinggalnya terdampak oleh proyek tersebut.
“Tetapi dari waktu ke waktu, kebijakan dan regulasi yang dibuat itu justru membuka ruang yang besar bagi investasi di sektor industri eksekutif itu sendiri,” imbuhnya.
“Sehingga pada titik ini klaim bahwa dia sudah sesuai regulasi, ya di atas kertas bisa saja seperti itu. Tetapi hal fundamental yang kita pertanyakan adalah sejauh mana regulasi itu dibuat untuk memastikan ruang hidup dan masa depan warga itu benar-benar dilindungi,” kata dia.
Melky juga menyebut, legalitas dalam konteks hukum di Indonesia terkait tambang selalu dalam ranah perdebatan.
Dia memberikan contoh kasus tambang di pulau kecil, ketika warga Pulau Bangka yang menang dalam menggugat aktivitas pertambangan di wilayah tersebut.
“Dan 2017 saya ingat persis, Menteri ESDM waktu itu, Ignasius Jonan mencabut izin PT Mikro Metal Perdana di Pulau Bangka,” ucapnya.
Selain itu, Melky menyinggung Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pesisir dan Pulau Kecil yang memberikan mandat agar pulau kecil tidak untuk aktivitas pertambangan.
“Tapi dia untuk pariwisata, untuk pertanian, perikanan, untuk riset-riset ilmiah, dan segala macamnya,” tandasnya.
Pemerintah menegaskan, aktivitas tambang nikel yang dilakukan PT Gag Nikel (PT GN) di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, telah berjalan sesuai ketentuan perundang-undangan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Hanif Faisol Nurofiq menjelaskan, secara prinsip, kegiatan tambang terbuka tidak diperbolehkan di kawasan hutan lindung sesuai Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999.
Namun, pengecualian diberikan kepada 13 perusahaan, termasuk PT Gag Nikel, berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004.
“Jadi hutan lindung itu tidak boleh dilakukan tambang nikel pola terbuka, kecuali 13 perusahaan termasuk PT GN ini diperbolehkan melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 sehingga kegiatan penambangan legal,” ujar Hanif dalam konferensi persnya, Ahad (8/6/2025).
Ia menyebutkan, meski citra satelit dan drone menunjukkan kerusakan yang relatif kecil, pihaknya tetap akan melakukan inspeksi lapangan secara langsung.
Namun, ia menyatakan, peninjauan akan dilakukan setelah isu pencemaran udara di Jakarta tertangani.
(ameera/arrahmah.id)