KABUL (Arrahmah.id) — Kampanye perang melawan tanaman narkotika yang dilakukan oleh Taliban atau Imarah Islam Afghanistan (IIA) nampak memperlihatkan pergeseran yang luas di seluruh negeri. Saat ini banyak dari petani Afghanistan berhenti menanam opium dan justru beralih ke tanaman hortikultura.
“Dulu, orang-orang menanam opium, yang merupakan bencana dan tidak menguntungkan siapa pun. Kini kami menanam bibit, gandum, dan kentang. Ketika pohon apel berbuah, pendapatannya ideal,” kata Noor Agha, seorang petani lokal yang telah bertani selama satu dekade, kepada Xinhua (26/6/2025).
Menurut Agha, menanam opium justru merugikan semua orang; keluarga, kerabat, dan negara karena opium dapat membuat orang kecanduan dan proses pemulihannya sulit.
Terlepas dari warisan Afghanistan sebagai salah satu produsen opium ilegal terbesar di dunia, pemerintahan saat ini meluncurkan upaya untuk memberantas tanaman tersebut, dengan menyediakan benih dan sumber daya alternatif bagi para petani.
Zargo Stanikzai (44) dari Distrik Nirkh, Provinsi Wardak adalah salah satu dari mereka yang menerima perubahan tersebut. Di lahannya yang seluas sekitar 4.000 meter persegi, ia kini menanam almond, persik, apel, dan ceri, tanaman yang diyakininya menjanjikan masa depan yang cerah.
“Kehidupan kami berjalan dengan baik. Lima orang bekerja di sini bersama saya, dan kami bahagia. Berkebun lebih baik daripada tanaman lain,” kata Stanikzai kepada Xinhua.
Kini pendapatan Stanikzai mencapai hingga 1 juta afghani (1 afghani = Rp231) atau setara sekitar 14.224 dolar AS (1 dolar AS = Rp16.292) per tahun dari kebunnya dan ia berharap lebih banyak lagi warga Afghanistan yang beralih ke hortikultura.
“Akan sangat baik jika orang-orang berfokus pada pertanian dan berkebun. Berkebun lebih menguntungkan daripada opium dan pekerjaannya bersih dan bebas dari masalah. Masa depan generasi muda kami rusak karena opium. Saya akan sangat senang jika tidak ada lagi orang yang menanamnya,” katanya.
Meski demikian, Stanikzai tetap mengungkapkan keprihatinannya atas kekeringan yang terus berlanjut dan mendesak masyarakat internasional untuk tidak meninggalkan petani Afghanistan sendirian dalam memerangi perubahan iklim.
IIA telah berupaya mencari strategi alternatif bagi para petani untuk menghentikan penanaman, penyelundupan, dan perdagangan narkotika melalui berbagai cara. Para pejabat setempat telah meluncurkan kampanye kesadaran publik dan menawarkan alternatif pertanian.
“Adalah tugas kami untuk memberikan edukasi kepada orang-orang. Kami perlu meyakinkan masyarakat bahwa menanam opium itu salah,” kata Direktur Informasi dan Kebudayaan di Provinsi Wardak Mawlawi Habibullah Mujahid.
Mujahid juga mengkritik dampak kehadiran militer Amerika Serikat (AS) dan menyalahkannya atas lonjakan kecanduan dan produksi narkoba. Kini, kata dia, komisi antinarkotika aktif di tingkat provinsi.
“Jika ada yang menanam opium, komisi tersebut akan memeriksa ladangnya dan menghancurkan tanamannya,” ujarnya.
Terlepas dari upaya lokal, Mujahid menyebutkan bahwa belum ada organisasi internasional yang menawarkan dukungan langsung dalam memerangi budi daya tanaman narkotika di Wardak.
Pada September 2024, IIA membentuk komisi tinggi yang beranggotakan 27 orang untuk memerangi narkoba, mengobati pecandu serta mencegah perdagangan dan penanaman, sembari mendesak dukungan internasional yang lebih kuat untuk upaya antinarkoba. (hanoum/arrahmah.id)