Oleh: Rasyidah (Pegiat Literasi)
Dilansir Kendariinfo.com (23/6/2025) Kejaksaan Negeri Kendari melalui Seksi Pidana Khusus (Pidsus) melakukan penggeledahan di Kantor Pos Indonesia cabang Kendari di Jalan Jenderal Ahmad Yani, Kelurahan Anawai, Kecamatan Wuawua. Penggeledahan diduga berkaitan dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) di salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut.
Realitas kasus korupsi menampakkan bahwa korupsi bukan kejadian langka, melainkan telah menjadi virus sistemik yang menimbulkan kerugian bagi negara dan kesengsaraan bagi masyarakat. Korupsi adalah tindakan negatif, yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya ketimpangan sosial, di mana yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin.
Korupsi yang terus-menerus berulang, tentu tidak terjadi begitu saja, melainkan ada dua faktor yang menjadi pemicu. Faktor pertama adalah faktor internal yang berasal dari diri sifat pelaku yang tidak memiliki sikap amanah dan punya mental khianat, sehingga terbesit untuk melakukan tindakan korupsi dan bercokolnya sifat serakah dan tamak yang menguasai dirinya.
Sementara faktor yang kedua adalah faktor eksternal, karena dorongan dari luar diri pelaku, misalnya kondisi lingkungan yang menciptakan peluang untuk melakukan korupsi tersebut. Ditambah lagi dengan kondisi orang-orang yang bekerja bersama saling mendukung satu sama lain, yang tidak memikirkan dampak dari korupsi tersebut.
Selain itu, salah satu faktor eksternal terbesar adalah sistem demokrasi-kapitalis yang diadopsi Indonesia. Sistem ini membuka kesempatan bagi orang-orang bermodal besar untuk mencalonkan diri sebagai pejabat, tanpa memperhatikan integritas dan amanah.
Sistem ini membuat masyarakat jauh dari nilai keimanan, karena akidahnya adalah sekularisme, yakni memisahkan agama dari kehidupan. Agama cukup ditempatkan di rumah ibadah saja, sedangkan aktivitas sehari-hari tidak ada hubungannya dengan keimanan, sehingga terciptalah masyarakat yang bertujuan pada materi dan mengesampingkan nilai keimanan.
Tidak adanya nilai keimanan dalam sistem demokrasi-kapitalis membuat koruptor tumbuh subur di negara ini. Sistem demokrasi-kapitalislah yang membuat koruptor terus muncul di tengah-tengah masyarakat. Realitas tersebut menunjukkan bahwa korupsi tidak ada habisnya di Indonesia karena penerapan sistem demokrasi kapitalisme.
Solusi hakiki untuk menuntaskan permasalahan korupsi saat ini haruslah solusi yang komprehensif, yang bukan sekadar menambal sulam. Peraturan tetapi masih diadopsi saat ini adalah aturan dari manusia, maka harus diganti dengan aturan yang benar yakni aturan dari sang pencipta. Selain itu, cara menuntaskan persoalan korupsi adalah solusinya haruslah mengganti sistem demokrasi-kapitalis dengan sistem yang lebih baik, yakni sistem Islam.
Dengan mencontoh Rasulullah SAW, kita bisa melihat bahwa sistem yang diterapkan dalam lingkungan masyarakat adalah sistem Islam, sistem yang dalam penerapannya tidak memisahkan antara agama dan kehidupan. Masyarakat akan di didik dan dibina dengan akidah Islam sebagai qiyadah fikriyah mereka.
Sehingga, masyarakat yang tercipta dengan sistem Islam adalah masyarakat yang bertakwa, membuat ketakwaan lahir di setiap anggota masyarakat. Ketakwaan tersebut akan memancarkan sifat protektif (itqa’), sehingga mampu mengendalikan diri setiap individu dan mendorong mereka untuk melaksanakan perintah Allah SWT serta meninggalkan larangan-Nya.
Penerapan sistem Islam di Indonesia merupakan solusi komprehensif atas permasalahan korupsi. Sistem ini tidak hanya memperbaiki individu dengan ketakwaan, tetapi juga mencegah korupsi itu sendiri muncul di tiap-tiap individunya melalui penerapan sistem Islam dalam tatanan masyarakat yang diterjemahkan dalam bentuk undang-undang.
Maka, sudah saatnya kembali kepada sistem Islam. Buka hanya mampu menuntaskan persoalan korupsi, tapi segala problematika kehidupan akan dilirik untuk dicarikan solusinya dengan standar aturan Islam. Wallahua’lam bis shawwab