TEPI BARAT (Arrahmah.id) – Sepuluh orang korban selamat dari serangan brutal yang dilakukan oleh pemukim ilegal ‘Israel’ di wilayah pendudukan Tepi Barat menceritakan bagaimana mereka “diburu” oleh segerombolan orang bersenjata dengan pistol, senapan, dan tongkat pemukul, demikian dilaporkan The Guardian.
Serangan itu terjadi di desa Mughayyir al-Deir, sebelah timur Ramallah, dan menyebabkan semua korban harus dilarikan ke rumah sakit karena luka-luka yang cukup parah. Di antara korban selamat terdapat seorang anak laki-laki Palestina berusia 14 tahun, delapan warga Palestina lainnya, dan seorang aktivis ‘Israel’ yang kehilangan tiga kameranya, ponsel, kunci mobil, dan dompetnya akibat dirampas.
Serangan terjadi saat warga Palestina sedang membongkar rumah-rumah terakhir yang tersisa di desa, setelah sebelumnya mereka semua dipaksa keluar oleh para pemukim dalam sebuah kampanye agresif yang berlangsung kurang dari sepekan. Salah satu kelompok penyerang diketahui telah mendirikan pos ilegal di dalam desa, hanya sekitar 100 meter dari rumah warga Palestina.
Kekebalan Pemukim, Pembiaran Negara
The Guardian menyebutkan bahwa kelompok-kelompok hak asasi manusia memperingatkan bahwa tindakan ini mencerminkan tingkat impunitas yang belum pernah terjadi sebelumnya dan menunjukkan adanya pembiaran resmi dari negara terhadap perampasan tanah secara terbuka dan brutal.
“Saya datang untuk mendokumentasikan warga yang mengungsi dari desa,” kata Avishay Mohar, seorang fotografer dari organisasi HAM ‘Israel’, B’Tselem. “Sepanjang hari, para pemukim dari pos ilegal yang hanya berjarak beberapa puluh meter dari desa, berkeliaran dan memprovokasi warga.”
Mohar sempat menyembunyikan kartu memori berisi bukti visual tahap awal serangan, sesaat sebelum dirinya dipukuli dan dirampok. Ia menjelaskan bahwa ketika serangan dimulai pada Sabtu (24/5/2025), para aktivis menghubungi polisi dan tentara. Aparat sempat datang dan membubarkan para pemukim, memaksa mereka kembali ke posnya.
Bersenjata Lengkap dan Semakin Brutal
Namun, begitu tentara pergi, kelompok pemukim kembali menyerang warga. Mereka naik ke atap kandang hewan yang sedang dibongkar dan mencoba mendorong warga Palestina jatuh dari sana. “Saat itu warga Palestina mencoba membela diri, lalu para pemukim mulai memukuli mereka,” ungkap Mohar.
Lemparan batu terjadi dari kedua belah pihak. Di saat yang sama, para pemukim menelepon rekan-rekannya. “Saya dengar mereka bilang, ‘kami dilempari batu, datang cepat ke sini’,” lanjutnya.
Tak lama kemudian, puluhan pemukim lain berdatangan dengan truk dan ATV, sebagian bertopeng, membawa tongkat, dan beberapa di antaranya bersenjata api, termasuk senapan laras panjang.
Mohar menyebut situasi langsung memburuk ketika seorang warga Palestina terkena lemparan batu di wajahnya dan mulai berdarah. “Lalu saya lihat ada pemukim yang juga terkena sesuatu dan jatuh ke tanah. Dia punya pistol di ikat pinggangnya. Seorang pemukim lain langsung mengambil pistol itu dan mulai menembak.”
Dikejar dengan Drone
Warga Palestina dan para aktivis melarikan diri ke lembah terdekat, sementara para pemukim terus menembakkan peluru dan melempar batu. “Salah satu pemukim menggunakan drone untuk mengejar kami,” kata Mlehat, ayah dari anak laki-laki berusia 14 tahun yang dipukuli di kepala hingga berdarah dan dibiarkan tergeletak lebih dari setengah jam.
Mohar menegaskan bahwa tembakan yang dilepaskan bukan ke udara. “Satu membawa pistol, dua lainnya menembak dengan senapan laras panjang, mungkin M16,” katanya.
“Saya kena lemparan batu. Di tengah jalan, dua pemukim menangkap saya, memukuli saya, dan merampas semua barang saya. Tiga kamera, satu kamera video, ransel, dompet, kunci mobil, semuanya mereka ambil.” Ia menyebutkan bahwa mereka akhirnya terkepung dan tak punya jalan keluar. Para pemukim masih menembaki dan menyuruh mereka mendekat.
Kemudian para pemukim mengambil semua ponsel mereka dan menghancurkannya dengan batu. Pemukim bertopeng dan tak bertopeng memukuli mereka dengan tongkat dan batu. “Mereka menendang kami saat kami sudah tergeletak di tanah. Saya kena pukul di kepala, mata, dan punggung,” kata Mohar.
“Saya Pikir Saya Akan Dibunuh”
“Saya yakin mereka mau membunuh saya karena mereka terus memukuli dan menendang,” tambahnya. Tapi kemudian ia mendengar salah satu pemukim berkata kepada yang lain, “Jangan bunuh dia, dia Yahudi, bukan Palestina. Hantam saja kemaluannya.” Mereka mencoba membuka pakaiannya dan memukul, tapi Mohar berhasil membalikkan tubuh ke perut.
Sebanyak sepuluh warga Palestina dilaporkan mengalami luka, sebagian dengan patah tulang serius. “Semua ini adalah bagian dari proyek pembersihan etnis di Tepi Barat,” kata Mohar. “Ini bukan aksi pemukim gila. Ini proyek negara. Negara tahu segalanya. Kalau mereka mau hentikan serangan ini, bisa saja dilakukan dalam satu menit.”
25 Rumah Hilang
Mlehat mengatakan warga desanya kehilangan 25 rumah. “Seluruh komunitas kami terusir. Para pemukim itu teroris. Mereka menjalankan pembersihan etnis terhadap kami. Mereka tidak peduli kamu anak kecil atau orang dewasa, laki-laki atau perempuan. Semua jadi target. Apa yang bisa kami lakukan?”
Pekan lalu, Inggris menjatuhkan sanksi terhadap dua pemukim yang terlibat dalam pengusiran paksa warga desa tersebut.
The Guardian mencatat bahwa bagi banyak keluarga Palestina yang terusir, ini adalah kali kedua mereka diusir oleh Israel. Kakek-nenek mereka sebelumnya telah diusir dari tanah mereka di dekat Beersheba (yang kini disebut Be’er Sheva) pada tahun 1948.
Pada Selasa (27/5), pemukim ilegal kembali melakukan kekerasan dengan memukuli seorang jurnalis foto di Al-Mughayyir. Korban, Issam al-Rimawi dari kantor berita Anadolu, diserang saat meliput bentrokan di kota tersebut.
Para pemukim juga mencoba membakar lahan pertanian dan ladang gandum di dataran Marj Sa’i sebelum akhirnya warga berhasil mengusir mereka. (zarahamala/arrahmah.id)