JAKARTA (Arrahmah.id) – Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar menilai kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan kuota haji tahun 2024 berpotensi menyeret mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas.
Menurut Fickar, kebijakan pengalihan kuota haji reguler ke haji khusus tidak mungkin hanya dilakukan di level direktur jenderal, melainkan merupakan keputusan struktural yang melibatkan pimpinan kementerian.
“Dirjen atau direktur itu tidak bisa berbuat apa-apa ketika diperintahkan oleh menteri. Karena itu, perbuatan ini kemungkinan besar adalah hasil kebijakan kementerian yang seharusnya dipertanggungjawabkan oleh menterinya,” ujar Fickar, dikutip dari inilah.com, Senin (23/6/2025).
Fickar menjelaskan bahwa perubahan kuota tersebut berdampak langsung pada masyarakat karena jemaah reguler harus menunggu bertahun-tahun, sementara kuota khusus yang lebih mahal dan terbatas justru diperbesar secara sepihak.
Ia menyebut kebijakan ini bukan hanya melanggar aturan, tapi juga membuka peluang keuntungan untuk pihak-pihak tertentu.
“Kalau istilah lagu Bengawan Solo itu, air mengalir sampai jauh. Pertanyaannya sekarang, ke mana saja aliran setoran dari jemaah haji khusus itu masuk? Apakah murni ke kas negara atau ke kantong-kantong pribadi seperti menteri, dirjen, atau direktur?” ungkapnya.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi (TPK) dalam pengelolaan kuota haji tahun 2024 masih terus berlangsung.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas berpotensi dipanggil guna dimintai keterangan.
“Tentu KPK membuka peluang untuk memanggil siapa saja yang dinilai mengetahui konstruksi perkara ini, termasuk mantan Menteri Agama,” kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Pemanggilan tersebut, lanjut Budi, akan dilakukan setelah penyidik merampungkan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi yang telah dimintai keterangan sebelumnya.
KPK sendiri menerima laporan dari lima organisasi masyarakat terkait dugaan korupsi dalam pengalihan kuota haji. Kelompok pelapor meliputi Gerakan Aktivis Mahasiswa UBK Bersatu (GAMBU), Front Pemuda Anti-Korupsi, Mahasiswa STMIK Jayakarta, AMALAN Rakyat, serta Jaringan Perempuan Indonesia (JPI).
Koordinator AMALAN Rakyat, Raffi, menyoroti adanya perubahan sepihak oleh Kementerian Agama terhadap kuota haji nasional tahun 2024.
Semula, kuota 241.000 jemaah dibagi menjadi 221.720 jemaah reguler (92%) dan 19.280 jemaah khusus (8%), sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019.
Namun dalam Rapat Dengar Pendapat di DPR pada Mei 2024, terungkap bahwa kuota tersebut berubah menjadi 213.320 jemaah reguler (88,5%) dan 27.680 jemaah khusus (11,5%). Artinya, sekitar 8.400 kuota dialihkan secara sepihak ke haji khusus tanpa persetujuan DPR.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut bahwa dugaan korupsi ini tidak hanya terjadi pada tahun 2024, tetapi juga dimungkinkan terjadi di tahun-tahun sebelumnya.
Salah satu sorotan Panitia Khusus (Pansus) Haji DPR RI adalah pembagian janggal terhadap tambahan kuota 20.000 jemaah dari Arab Saudi, yang dibagi rata untuk haji reguler dan khusus.
(ameera/arrahmah.id)