HASAKAH (Arrahmah.id) — Penduduk di timur laut Suriah menganggap kendaraan militer Amerika Serikat (AS) yang berpatroli di daerah tersebut dan memajang kata “kafir” dalam bahasa Arab di bagian depannya sebagai “menyinggung” dan “provokasi”.
Dilansir Middle East Eye (5/6/2025) mengamati kendaraan tersebut, yang juga memajang salib Kristen.
MEE mengidentifikasi mobil militer AS itu terlihat pada pagi hari tanggal 31 Mei di dekat kota Hasakah, sebagai bagian dari konvoi sekitar selusin kendaraan lapis baja yang membawa bendera Amerika.
Tak lama kemudian, tentara AS menghentikan mobil yang membawa tim MEE dan menuntut mereka berhenti memotret konvoi tersebut, tanpa memberikan penjelasan atau pembenaran.
Kata “kafir” menjadi terkenal secara global melalui penggunaannya yang sering oleh kelompok militan Islamic State (ISIS).
Meskipun demikian, penduduk menafsirkan penggunaan kata “kafir” sebagai tindakan para tentara AS yang dengan sengaja mengidentifikasi diri mereka sebagai orang kafir, untuk membuat pernyataan kepada penduduk setempat, meskipun faktanya ISIS tidak lagi hadir di wilayah tersebut.
“Itu provokasi. Kami tidak ada hubungannya dengan ISIS, kami tidak menganggap orang Amerika sebagai kuffar (bentuk jamak dari kafir), dan terlebih lagi orang Kristen yang selalu tinggal di Suriah,” ujar Jihan, seorang wanita Kurdi (34), kepada MEE.
Dia menambahkan, “Itu sangat bodoh sehingga sulit untuk menganalisis pesan di baliknya.”
Mohammed (42) berkata, “Sayangnya, itu mencerminkan kebencian yang dihadapi umat Muslim dari orang Amerika sejak 9/11, dan cara mereka memandang kami.”
Masih belum jelas apakah tulisan itu dilukis selama periode ketika ISIS masih menguasai sebagian besar wilayah Suriah, atau, seperti yang dikatakan beberapa orang yang diwawancarai, “hanya untuk memprovokasi para militan”.
MEE menghubungi pemerintah AS untuk meminta komentar tetapi belum menerima tanggapan hingga berita ini dipublikasikan.
Tulisan kafir tersebut menggemakan kontroversi yang dipicu pada bulan Maret oleh tato di bisep Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth, yang menampilkan kata “kafir” di bawah slogan yang terkait dengan Perang Salib. Tato tersebut dikritik secara luas sebagai Islamofobia.
Pada hari Selasa, Thomas Barrack, utusan khusus AS untuk Suriah, mengumumkan Amerika Serikat akan mengurangi kehadiran militernya di negara tersebut, dari delapan pangkalan menjadi tiga, dengan tujuan akhir mempertahankan hanya satu pangkalan, di wilayah Hasakah.
“Yang dapat saya pastikan adalah kebijakan Suriah kita saat ini tidak akan mendekati kebijakan Suriah dalam 100 tahun terakhir karena tidak satu pun dari kebijakan ini yang berhasil,” ujar Barrack.
Saat ini diperkirakan ada 2.000 tentara Amerika di Suriah, yang dikerahkan untuk mendukung perang melawan ISIS. Jumlah tersebut diperkirakan akan berkurang setengahnya. (hanoum/arrahmah.id)