Selain Tewaskan Pemimpin ISIS, AS Akui Tangkap Istri Abu Khadijah

ANBAR (Arrahmah.id) — CENTCOM Amerika Serikat (AS) akui telah bekerja sama dengan Pasukan Intelijen dan Keamanan Irak melakukan serangan udara presisi yang menewaskan tokoh penting kelompok militan Islamic State (ISIS), Abdallah Makki Muslih al-Rifai alias Abu Khadijah” pada Kamis (13/3/2025).

“Abu Khadijah adalah salah satu anggota ISIS terpenting di seluruh organisasi ISIS global. Kami akan terus membunuh teroris dan membubarkan organisasi mereka yang mengancam tanah air kami dan AS, personel sekutu, dan mitra di kawasan ini dan sekitarnya,” kata Jenderal Michael Erik Kurilla, komandan CENTCOM AS, dilansir Rudaw (16/3).

BacaJuga

Sedang Duduk dengan Anaknya, Tiba-tiba Ayah Muslim Dihujani Kapak Pria Hindu Radikal

Sel, 29 April 2025 / 1 Dzulkaidah 1446

CENTCOM AS pun menambahkan bahwa istri dari tokoh penting ISIS itu pun ikut ditangkap tak lama pasca seangan yang membunuh suaminya.

“CENTCOM AS memuji pasukan Intelijen dan Keamanan Irak atas keberhasilan kerjasama operasi yang mengarah pada penangkapan dan penahanan teroris ISIS Chechnya Umm Hussein, istri pemimpin ISIS Abu Khadijah, yang tewas dalam serangan pada tanggal 13 Maret,” demikian bunyi pernyataan dari CENTCOM.

CENTCOM mengatakan bahwa dua anggota ISIS lainnya ditangkap dalam operasi tersebut dan menyebutnya sebagai bukti komitmen bersama dalam memerangi ISIS.

“CENTCOM, bersama mitra dan sekutu kami, tetap teguh dalam upaya kami untuk melenyapkan ISIS dan mencegah kebangkitannya kembali,” kata pernyataan itu.

Sebelumnya Perdana Menteri Irak Mohammed Shia’ al-Sudani mengatakan bahwa Abu Khadijah adalah “salah satu teroris paling berbahaya di Irak dan dunia.”

Amerika Serikat pada tahun 2023 menobatkan Rifai sebagai Teroris Global yang Ditunjuk Secara Khusus sebagai pemimpin ISIS.

ISIS menguasai sebagian besar wilayah di Irak utara dan tengah serta sebagian Suriah pada tahun 2014. Mereka mendirikan kembali kekhilafahan sampai akhirnya berhasil dikalahkan koalisi internasional 80 negara pada tahun 2017. Namun hingga kini kelompok itu terus menimbulkan ancaman keamanan terutama di wilayah Diyala, Salahaddin, Kirkuk, dan Nineveh, serta di seberang perbatasan di Suriah. (hanoum/arrahmah.id)