GAZA (Arrahmah.id) – Analis militer Brigadir Jenderal Elias Hanna mengatakan bahwa keberhasilan faksi-faksi perlawanan Palestina dalam melakukan penyergapan terhadap pasukan dan kendaraan militer ‘Israel’ di dekat pagar pembatas dan zona penyangga di Jalur Gaza menunjukkan tingkat kesiapan mereka, dan sekaligus membantah klaim ‘Israel’ yang menyatakan bahwa mereka telah berhasil “menghancurkan perlawanan”.
Pernyataan ini ia sampaikan kepada Al Jazeera sebagai tanggapan atas video yang dirilis oleh Saraya al-Quds, sayap militer Gerakan Jihad Islam, yang memperlihatkan sebuah penyergapan teknik yang kompleks terhadap kendaraan militer ‘Israel’ di lingkungan Shuja’iyya, sebelah timur Kota Gaza. Dalam serangan itu, para pejuang meledakkan secara bersamaan bom sisa milik ‘Israel’ dengan sebuah alat peledak jenis “Thaqib” (penetrator).
Menurut Hanna, penyergapan ini kemungkinan besar merupakan respons langsung terhadap pernyataan seorang pejabat militer ‘Israel’ yang sebelumnya membanggakan diri karena telah menghancurkan hampir seribu rumah warga Palestina. Ia menambahkan bahwa kini “tidak ada lagi rumah yang memiliki pandangan langsung ke arah pos militer Nahal Oz.”
Hanna menegaskan bahwa pertempuran ini belum berakhir. “Taktik bertempurnya berbeda dan belum pernah kita saksikan dalam sejarah perang modern,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa militer ‘Israel’ sampai harus menggunakan amunisi tua yang berasal dari era 1950-an hingga 1990-an. Menurutnya, sekitar 10% dari sisa-sisa amunisi ‘Israel’ yang digunakan di Gaza belum meledak dan kini dimanfaatkan oleh kelompok perlawanan untuk menyerang balik.
“Artinya, mereka tak perlu memproduksi sendiri. Mereka cukup memanfaatkan limbah militer ‘Israel’ dan mengolahnya secara kreatif untuk digunakan kembali,” jelasnya.
Situasi Militer di Gaza
Hanna menyebut bahwa saat ini ada lima divisi militer ‘Israel’ yang aktif di Gaza, dengan tiga di antaranya benar-benar terlibat dalam pertempuran: Divisi 36, 98, dan 162. Menurut laporan dari faksi perlawanan, pertempuran masih terus berlangsung di dalam zona keamanan ‘Israel’ atau di sekitarnya.
Sementara itu, pada Sabtu kemarin (24/5/2025), media penyiaran resmi ‘Israel’ melaporkan bahwa seluruh brigade infanteri dan lapis baja reguler telah dikerahkan ke Gaza.
Operasi di Khan Yunis
Pada Ahad (25/5), Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, mengumumkan bahwa mereka melancarkan operasi ganda terhadap pasukan ‘Israel’ yang bersembunyi di dalam sebuah rumah di kota Al-Qarara, sebelah timur Khan Yunis, di bagian selatan Gaza.
Dalam operasi itu, para pejuang meledakkan rumah tersebut dengan sejumlah bahan peledak berkekuatan tinggi, yang menyebabkan bangunan itu runtuh dan menewaskan serta melukai sejumlah tentara ‘Israel’. Selain itu, para pejuang juga meledakkan pintu masuk terowongan yang mengarah ke sekelompok tentara ‘Israel’ yang baru datang ke lokasi, lalu terlibat baku tembak dengan mereka menggunakan senjata ringan.
Hanna mengatakan bahwa Brigade Khan Yunis dari Al-Qassam masih aktif bertempur dan merupakan salah satu pusat kekuatan utama perlawanan. Ia juga menjelaskan bahwa ‘Israel’ saat ini berupaya mengamankan wilayah antara dua koridor strategis: Morag dan Philadelphi, yang diperkirakan akan menjadi fokus operasi ‘Israel’ selanjutnya.
Menurutnya, tujuan ‘Israel’ adalah menguasai kawasan ini dan mendorong warga Gaza mengungsi ke sana dengan dalih pendistribusian bantuan kemanusiaan.
Pertarungan di Puncak Militer ‘Israel’
Sementara itu, Kepala Staf Militer ‘Israel’, Herzi Halevi (dalam konteks ini kemungkinan dimaksud Eyal Zamir), mengatakan bahwa perang di Gaza adalah perang panjang dan melibatkan banyak front. Ia berjanji akan “menuntaskan pertempuran dengan Brigade Khan Yunis, sebagaimana kami lakukan di Rafah.”
Hanna menjelaskan bahwa Zamir sempat mengusulkan kepada Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu untuk meluncurkan operasi “Kereta Perang Gideon” guna memasuki Gaza, dengan mengandalkan tank dan kendaraan lapis baja dalam kampanye militer yang ditargetkan berlangsung selama tiga bulan.
Namun setelah itu, dibutuhkan waktu sembilan bulan lagi untuk “membersihkan” kawasan, mengimplementasikan perintah Netanyahu yang menuntut Gaza bebas dari senjata, pengusiran para pemimpin perlawanan, dan penghancuran total infrastruktur militer mereka.
Menurut Hanna, Netanyahu berkepentingan mempertahankan perang ini agar terus berlangsung, karena itu satu-satunya cara untuk menyelamatkan karier politiknya. Pandangan ini juga didukung oleh kepala badan intelijen dalam negeri ‘Israel’ (Shin Bet) yang baru, David Zini. Namun berbeda dengan Zamir yang menyatakan bahwa perang ini “tidak tak terbatas” dan bahwa pihaknya akan berusaha memperpendek durasinya. (zarahamala/arrahmah.id)