GAZA (Arrahmah.id) – Avi Ashkenazi, jurnalis militer dari harian Maariv, menyatakan bahwa militer ‘Israel’ telah mencapai titik kehancuran di Gaza, dan bahwa perang ini sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Ia secara terang-terangan menyerukan untuk segera mengakhiri apa yang ia sebut sebagai “perang sia-sia” demi mencegah ‘Israel’ membayar harga yang lebih mahal dalam waktu dekat.
Pernyataan ini ia sampaikan dalam sebuah artikel opini menyusul video eksklusif yang ditayangkan Al Jazeera, yang memperlihatkan operasi gabungan kompleks oleh Brigade Al-Qassam, sayap bersenjata Hamas, di Khan Yunis. Serangan itu menewaskan tujuh tentara ‘Israel’, sebagaimana telah dikonfirmasi oleh militer ‘Israel’ sendiri.
“Video Itu Bikin Merinding”
Ashkenazi menggambarkan peristiwa tersebut sebagai tanda nyata dari kehancuran sistematis yang kini melanda militer ‘Israel’ setelah hampir dua tahun perang. Sementara itu, para pemimpin politik, kata dia, tampak sepenuhnya terputus dari kenyataan dan tidak memiliki bayangan apa pun soal bagaimana mengakhiri konflik ini.
Ia menyebut video serangan yang memperlihatkan seorang pejuang Palestina memanjat kendaraan militer lapis baja jenis Puma, kendaraan tua yang seharusnya sudah dipensiunkan puluhan tahun lalu, lalu melemparkan bahan peledak ke dalamnya sebagai “pemandangan yang bikin merinding.”
“Ini adalah bukti nyata dari kegagalan menyeluruh dalam menyiapkan kekuatan darat kita, dalam perlengkapan perlindungan, sistem pengawasan, hingga infrastruktur operasional yang paling dasar,” tulisnya.
Bukan Insiden Tunggal
Menurutnya, kegagalan di Khan Yunis bukanlah insiden yang terisolasi, melainkan hasil dari serangkaian kelalaian selama bertahun-tahun. Ia menilai tragedi itu mencerminkan kegagalan menyeluruh, dari sisi persiapan, perlengkapan, hingga taktik lapangan, ditambah kelelahan luar biasa yang menimpa pasukan setelah dua tahun pertempuran.
Ashkenazi menegaskan bahwa militer ‘Israel’ “terjebak dalam lumpur kekalahan di Gaza,” mengalami kegagalan militer dan politik yang berlarut-larut selama 629 hari. Menurutnya, tentara telah kehabisan tenaga dan peralatan.
“Kita sudah masuk ke Jabaliya berkali-kali, meratakan Beit Hanoun, menyerbu Rafah lebih dari sekali, dan menghancurkan sebagian besar wilayah Khan Yunis. Hari ini kita mengerahkan empat divisi, termasuk sebagian besar unit reguler,” ujarnya.
Dua divisi utama, Divisi 143 dan 162, telah berada di Gaza sejak 7 Oktober 2023, bersama Brigade Givati, Brigade 401, dan puluhan unit lainnya. Semuanya, kata dia, mengalami kelelahan fisik dan mental yang sangat nyata, yang terlihat dari banyaknya kesalahan operasional, menurunnya ketegasan tempur, merosotnya disiplin, dan memburuknya profesionalisme militer.
Peralatan dan Moral yang Terkikis
Selain prajurit, peralatan tempur pun sudah aus, mulai dari tank, kendaraan lapis baja, hingga pesawat. Bahkan, kemampuan tempur yang tersisa sudah tidak bisa menjamin kualitas operasi militer.
Ashkenazi juga menyoroti kegagalan besar operasi “Gideon Chariots” (Kereta Perang Gideon) yang tidak pernah mencapai tujuannya. Menurutnya, ‘Israel’ sekarang terjebak dalam perang penyiksaan tanpa akhir.
Tentara, baik pasukan cadangan maupun aktif, didera kelelahan berat. Banyak dari mereka, kata Ashkenazi, bermimpi untuk pensiun dan mencari pekerjaan di luar negeri.
Kritik Tajam pada Netanyahu dan Pemerintah
Ashkenazi menyindir keras PM Netanyahu dan Menhan Yisrael Katz, yang ia sebut “hidup di dunia khayalan.” Ia menuduh keduanya lebih sibuk berkampanye seolah sedang berada di pesta politik, alih-alih mengambil tanggung jawab negara.
“Mereka mengirim tentara ke titik yang sama berulang kali hanya demi menjaga stabilitas koalisi dan menyenangkan Ben Gvir serta Smotrich, yang menolak membayar harga demi pembebasan sandera. Bahkan Ben Gvir dengan bangga mengaku telah menggagalkan beberapa kesepakatan pertukaran tahanan,” ujarnya tajam.
“Saatnya Hadapi Kenyataan”
Ashkenazi menutup tulisannya dengan menyerukan agar Kepala Staf Militer Eyal Zamir segera menyampaikan realita yang sesungguhnya kepada para pemimpin politik, terkait kondisi internal tentara dan ongkos perang yang terus meningkat.
Ia menyimpulkan: “Sekalipun kita menang melawan Iran, kenyataan tetap tak berubah: Israel tengah tenggelam dalam krisis mendalam di Gaza, baik secara militer, moral, maupun strategis. Krisis yang sedang runtuh di depan mata kita, tapi tak seorang pun di pemerintahan yang mau mengakuinya.” (zarahamala/arrahmah.id)