GAZA (Arrahmah.id) – Dua tentara ‘Israel’ dari Brigade Nahal dijatuhi hukuman penjara militer masing-masing selama 15 dan 20 hari karena menolak kembali dikerahkan ke Jalur Gaza, demikian laporan media ‘Israel’.
Padahal sebelumnya, militer ‘Israel’ sempat menyatakan tidak akan memenjarakan tentara yang menolak penugasan ulang semacam ini. Namun menurut Otoritas Penyiaran ‘Israel’, keduanya tetap dihukum karena menyampaikan alasan kelelahan mental dan fisik setelah berbulan-bulan terlibat dalam perang genosida ‘Israel’ di Gaza.
Kedua tentara tersebut sebelumnya sudah pernah bertugas di Gaza, tempat militer ‘Israel’ telah melancarkan serangan brutal sejak Oktober 2023 yang menyebabkan puluhan ribu warga Palestina tewas, terluka, atau mengungsi.
Media berbahasa Ibrani pada awal Mei juga melaporkan bahwa militer ‘Israel’ telah mengeluarkan puluhan ribu surat perintah panggilan bagi pasukan cadangan, sebagai persiapan untuk apa yang mereka sebut sebagai kampanye militer “yang diperluas” di Gaza.
Langkah ini memicu perdebatan publik di ‘Israel’, di tengah meningkatnya rasa kecewa di kalangan tentara dan keluarga mereka terhadap perang yang berlarut-larut dan tujuan yang semakin tidak jelas.
Sebuah studi terbaru yang dilakukan Universitas Tel Aviv mengungkapkan bahwa hampir 12% tentara cadangan ‘Israel’ yang terlibat dalam operasi di Gaza menunjukkan gejala PTSD berat (trauma pascatrauma) yang membuat mereka tidak lagi layak untuk bertugas.
Penolakan untuk kembali ke Gaza ini bukan kali pertama terjadi. Kasus serupa juga muncul di awal perang, meskipun sebagian besar ditangani secara internal agar tidak menjadi sorotan publik.
Di saat pemerintah dan militer ‘Israel’ terus meningkatkan intensitas serangan, kesaksian tentang ketidakpuasan yang tumbuh di tubuh militer, bersamaan dengan kecaman global terhadap kehancuran besar yang ditimbulkan di Gaza, kian mengikis narasi persatuan militer yang selama ini dijaga ketat. (zarahamala/arrahmah.id)