JAKARTA (Arrahmah.id) – Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), mengingatkan pemerintah agar sengketa batas wilayah seperti yang terjadi pada empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara tidak terulang di masa mendatang.
Ia menegaskan pentingnya pemerintah pusat mematuhi Undang-Undang Pemerintahan Aceh dan nota kesepahaman (MoU) Helsinki dalam setiap kebijakan yang menyangkut wilayah Aceh.
“Seperti dikatakan, jangan terulang lagi seperti ini,” ujar JK saat ditemui di kediamannya di kawasan Brawijaya, Jakarta, Selasa (17/6/2025).
JK menilai, polemik yang sempat menyebut empat pulau yaitu Pulau Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Besar, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan, masuk wilayah Sumatera Utara, sebenarnya tidak perlu terjadi jika prosedur yang telah disepakati dalam MoU Helsinki dijalankan.
“Ada di Undang-Undang Pemerintahan Aceh, ada di MoU, bahwa apabila pemerintah ingin mengambil kebijakan atau keputusan tentang yang ada hubungan dengan Aceh, harus dengan konsultasi dan persetujuan daripada Gubernur Aceh. Dan itu tidak dilakukan,” tegasnya.
Sebagai tokoh yang berperan besar dalam proses perdamaian Aceh, JK menyayangkan kelalaian prosedural tersebut. Ia menilai hal itu menjadi pemicu ketegangan antara pemerintah pusat dan masyarakat Aceh.
“Jadi ini pembelajaran supaya jangan terulang lagi,” tambahnya.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Prabowo Subianto memutuskan bahwa keempat pulau yang disengketakan secara sah masuk dalam wilayah Provinsi Aceh. Keputusan itu disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dalam konferensi pers, Selasa (17/6).
“Bapak Presiden memutuskan bahwa pemerintah berlandaskan pada dasar-dasar dokumen yang telah dimiliki pemerintah telah mengambil keputusan bahwa keempat pulau, yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, secara administratif adalah masuk ke wilayah Aceh,” ujar Prasetyo.
Keputusan ini diambil setelah dilakukan verifikasi dokumen oleh Kementerian Dalam Negeri dan instansi terkait. Meskipun polemik dinyatakan selesai, pesan JK menjadi pengingat bahwa penghormatan terhadap perjanjian perdamaian dan mekanisme hukum yang berlaku tetap menjadi fondasi penting dalam menjaga stabilitas wilayah, khususnya Aceh.
(ameera/arrahmah.id)